blog ini memuat info kegiatan anak-anak Hukum UIN

makalah n sumber hukum juga ada disni.....

Pengikut

Sabtu, Agustus 08, 2009

READ MORE -

Read more...

Senin, Agustus 03, 2009

READ MORE -

Read more...

Rabu, Juli 15, 2009

MAKALAH HAKI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

HAKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak berwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya (Bambang Kesowo, 1994), yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis. Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HAKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang. Hal inilah yang membedakan HaKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam.
Paten merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual yang merupakan basis industri modern. Dikatakan basis karena paten menjadi dasar pertumbuhan industri secara modern yang bersumber pada Inventor baru, teknologi canggih, kualitas tinggi, dan standar mutu. Industri modern mampu berkembang, mampu menembus segala jenis pasar, produk yang dihasilkan bernilai tinggi, dan dapat menghasilkan keuntungan besar. Hal ini berlawanan dengan industri tradisional yang bersumber pada Inventoran tradisional, teknologi sederhana, kualitas rendah, tidak ada standar mutu. Industri tradisional sulit berkembang dan hanya dapat menembus pasar tradisional (lokal), tetapi sulit menembus pasar modern karena produk yang dihasilkan tidak mempunyai mutu standar. Dengan demikian makin tinggi kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi, akan makin maju perkembangan industri suatu negara.

Namun demikian tidak setiap negara mempunyai sendiri teknologi yang dibutuhkan untuk mengembangkan industri di negaranya. Oleh karena itu biasanya negara tersebut akan mengimpor teknologi dari negara yang telah mempunyai teknologi yang dibutuhkannya. Di lain pihak bagi negara yang mempunyai teknologi yang sudah maju, biasanya mempunyai keinginan untuk mengembangkan pasar yang dimilikinya ke manca negara. Sebagai solusi bagi kedua belah pihak, maka ada lisensi. Melalui lisensi paten, sebuah teknologi dapat berkembang di dalam negeri dan ke mancanegara. Berdasarkan lisensi paten, sebuah invensi dapat menjadi sumber kekayaan material bagi inventor dan pemegang hak paten dalam bentuk imbalan royalti. Sedangkan bagi pemegang lisensi paten, invensi merupakan sumber keuntungan ekonomi karena ikut memproduksi dan/atau memasarkan produk kepada konsumen.

Agar sebuah paten dapat benar-benar berkembang di dalam negeri dan ke mancanegara dibutuhkan perlindungan hukum terhadap invensi tersebut. Inilah yang disebut dengan aspek hukum paten. Kemudian bagaimana juga jaminan hukum terhadap penyelesaian kasus Haki apabila diselesaikan di luar pengadilan resmi. Hal itu akan kami angkat pada Bab permasalahan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Inventor di bidang teknologi di Indonesia?

2. Bagaimana jaminan hukum terhadap putusan yang dibuat oleh lembaga non- peradilan ?

C. Tujuan Penyusunan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu tugas pada mata kuliah HAKI

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Inventor di bidang teknologi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui jaminan hukum terhadap putusan yang dibuat oleh lembaga non- peradilan.


BAB II

PERMASALAHAN

Setiap Invensi di bidang teknologi pada dasarnya dapat diberi paten. Untuk mendapatkan paten maka sebuah Invensi harus didaftarkan di Direktorat Jenderal HAKI. Dengan telah didaftarkannya Invensi itu maka akan diberikan perlindungan hukum terhadap Invensi tersebut dari pelanggaran oleh orang lain yang tidak berhak. Namun tidak semua Inventor mempunyai kesadaran untuk mendaftarkan Invensinya. Hal ini banyak disebabkan karena ketidaktahuan inventor bahwa dengan tidak didaftarkannya Invensinya, maka perlindungan hukum yang diberikan kepada Invensinya tidak bisa maksimal. Dalam arti bahwa terhadap orang yang melanggar Invensi tersebut tidak akan dapat diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Karena ia dapat saja berkelit bahwa dia tidak tahu bahwa Invensi itu adalah milik orang lain, karena Invensi itu tidak mempunyai paten.

Setelah sebuah Invensi didaftarkan, maka kepada Invensi tersebut diberi nomor register paten yang dimuat di dalam Daftar Paten. Dengan telah didaftarkannya invensi di dalam Daftar Paten ini maka kepada Inventor diberikan perlindungan yang maksimal. Dalam arti apabila terjadi pelanggaran paten terhadap Invensi tersebut maka kepada pelakunya dapat diberikan sanksi yang tegas sebagaimana di atur di dalam UU No. 14 Th. 2001.

Pendaftaran paten menganut sistem konstitutif (http: // www .ctl. utm. my/ buletin/ index.htm). Oleh karena itu kepada setiap inventor yang telah selesai invensinya hendaknya sesegera mungkin mendaftarkan Invensinya. Hal ini untuk mengantisipasi adanya orang lain yang menyabotase Invensi itu dengan cara mendaftarkannya sebagai Invensi miliknya sendiri. Apabila hal ini terjadi maka untuk dapat mengembalikan paten Invensi itu kepada inventor yang sebenarnya, maka inventor yang sebenarnya harus dapat membuktikan bahwa Invensi itu memang benar-benar miliknya. Proses pembuktian ini sulit serta memakan waktu dan biaya. Untuk menghindari terjadinya hal semacam itu, maka penemu harus sesegera mungkin mendaftarkan Invensinya.

Di dalam praktek yang dianut secara luas oleh bangsa-bangsa di dunia hak paten diakui sebagai hak milik yang tidak berwujud. Sebagai suatu hak, sebagian atau seluruh hak paten dapat dialihkan kepada orang lain. Cara yang dapat ditempuh untuk mengalihkan paten adalah melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian atau cara lain yang dibenarkan oleh undang-undang (Pasal 66 ayat (1) UU No. 14 Th. 2001).

Tindakan-tindakan“…membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,…” disebut sebagai tindakan melaksanakan Invensi. Setiap orang yang ingin melaksanakan Invensi sebelumnya harus mendapat izin terlebih dahulu dari inventor yang memegang paten Invensi itu. Jika seseorang telah melaksanakan Invensi tanpa meminta izin terlebih dahulu dari inventor atau pemegang paten, maka dikatakan bahwa orang itu telah melakukan pelanggaran paten. Terhadap orang yang melakukan pelanggaran paten ini dapat dikenai hukuman sebagaimana diatur di dalam UU No. 14 Th. 2001.

Perlindungan hukum terhadap invensi yang dipatenkan diberikan untuk masa jangka waktu tertentu. Selama masa jangka waktu tertentu, penemunya dapat dilaksanakan sendiri Invensinya atau menyerahkan kepada orang lain untuk melaksanakan, baru setelah itu Invensi yang dipatenkan tersebut berubah menjadi milik umum atau berfungsi sosial. Masa jangka waktu perlindungan hukum terhadap paten ini dicantumkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 yang menyatakan, bahwa paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Perhitungan masa jangka waktu perlindungan hukum terhadap paten tersebut, dimulai sejak tanggal penerimaan. Sejak tanggal penerimaan paten inilah dilakukan perhitungan perlindungan paten tersebut harus dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Kewajiban ini menyatakan, bahwa: tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan diumumkan. Dalam ayat ini dan dalam ketentuan-ketentuan selanjutnya dalam undang-undang ini adalah dicatat dalam Daftar Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Di negara-negara yang sudah maju ekonominya umumnya paten diberikan untuk jangka waktu antara 15 tahun.
Dengan adanya batas waktu tertentu dari perlindungan hukum yang diberikan kepada paten Invensi, maka setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, maka Invensi tersebut menjadi milik umum. Dalam arti bahwa setelah selesainya jangka waktu perlindungan yang diberikan, maka setiap orang berhak untuk melaksanakan Invensi itu tanpa harus meminta lisensi terlebih dahulu dari penemu atau pemegang paten.

Perlindungan hukum yang diperoleh seorang inventor bentuknya seperti apa dan bagaimana penyelesaiannya ?. Hal ini sangat perlu di angkat dalam sebuah karya ilmiah. Yang pada akhirnya menumbuhkan kesadaran dan ketenangan bagi para calon inventor untuk mendaftarkan invensinya pada Ditjen HAKI. Kemudian dalam penyelesaian kasus/sengketa paten, dapat diselesaikan di Pengadilan Niaga. Namun apabila suatu kasus diselesaikan sengketanya di pengadilan, tentunya akan memakan waktu yang cukup lama. Hal ini sangat merugikan pihak inventor/penggugat karena tidak dapat beroperasi produk patennya itu yang sedang diproses dalam pengadilan. Maka, jalan keluar yang ditawarkan oleh pemerintah adalah melalui jalan arbitrase. Namun sejauh mana efektifitas dan jaminan hukum terhadap putusan yang dibuat oleh non-pengadilan itulah yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dasar

Sebelum membicarakan paten lebih jauh. Perlu kita ketahui bahwa paten ini sangat berguna bagi seseorang yang menghargai suatu karya iltelektualitas manusia. Paten selain berguna untuk pribadi juga berguna bagi Negara yang mempatenkan. Seperti skema yang telah kami buat di bawah ini


MAAF

Dilindungi Oleh Hak Cipta


Seorang inventor/pemegang paten selain mendapatkan royalty dari produk yang digerakkan olehnya atau orang lain, secara tidak langsung juga telah membantu pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, dua pihak ini saling mempengaruhi satu sama lain.

Namun sebelum jauh membahas tentang paten. kita perlu mendefinisikan beberapa istilah yang akan digunakan dalam tulisan ini. Hal ini bertujuan untuk menyamakan pendapat agar tidak menimbulkan salah pengertian.

Yang dimaksud dengan paten adalah hak Ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. ( Pasal 1 UU No.14 Tahun 2001).

Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang tekhnologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (Pasal 2 UU No.14 Tahun 2001)

Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. (Pasal 3 UU No.14 Tahun 2001).

Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.

B. Invensi

Suatu invensi dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan paten invensi tersebut tidak sama atau tidak merupakan bagian dari invensi terdahulu. Invensi terdahulu adalah invensi yang :

  • Pada saat tanggal pengajuan permintaan paten, atau
  • Pada saat sebelum tanggal penerimaan paten telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut, atau telah diumumkan di Indonesia dengan penguraian lisan atau melalui peragaan penggunaannya atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut.

C. Hal – Hal Yang Tidak Dapat Diberi Hak Paten

Paten tidak diberikan untuk

  • Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan.
  • Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
  • Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Atau
  • Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik ; proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis. (Pasal 7 UU No.14 Tahun 2001).

D. Jangka Waktu dan Hak Khusus Pemegang Paten

Paten diberikan untuk jangka waktu selama dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :

  • Dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
  • dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam (a). (Pasal 16 ayat 1 UU No.14 Tahun 2001).

E. Pembatalan Paten

Paten dinyatakan batal demi hukum apabila Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukkan dalam undang-undang ini. (Pasal 88 UU No.14 Tahun 2001).

F. Hak Menggugat

Jika suatu paten diberikan kepada orang lain selain daripada orang yang berhak atas paten tersebut, maka orang yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat ke Pengadilan Niaga agar paten tersebut berikut hak-hak yang melekat pada paten tersebut diserahkan kepadanya untuk seluruhnya atau untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.

G. Ketentuan Pidana

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan /atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta Rupiah). ( Pasal 130 UU No. 14 Tahun 2001).

Pasal 131 menyatakan barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 250.000.000, 00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 132 menyatakan barangsiapa dengan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (3), pasal 40, dan pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Tindak pidana dalam sengketa HAKI merupakan delik aduan sesuai pasal 133 UU No. 14 tahun 2001. artinya tanpa aduan dari pihak yang dirugikan maka perbuatan hukum tersebut dianggap legal. Dalam hal ini pemerintah khususnya pengadilan bersifat pasif.

H. Penyelesaian Sengketa

Jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak berdasarkan pasal 10, pasal 11, dan pasal 12, pihak yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 117 ayat 1 UU No. 14 Tahun 2001).

Apabila pemegang Paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga setempat terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa berhak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 (Pasal 118 ayat 1 UU No. 14 Tahun 2001).

Penyelesaian sengketa tersebut merupakan penyelesaian secara hukum nasional. Artinya para pihak turut serta dalam proses peradilan. Supremasi Hukum (supremacy of law) merupakan salah satu dari sub pokok Negara hukum, bahwa adanya pengakuan normative dan empiric akan prinsip supremasi hukum yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tinggi. Dalam supremasi hukum ini pemimpin tertinggi bukanlah manusia akan tetapi konstitusi. ( Dedy Ismatullah : 15 : 2008).

Namun menurut beliau (Dedy Ismatullah) ketika berbicara di depan audiens pada Dies Natalis UIN di Hotel khatulistiwa. Dengan pengakuan terhadap prinsip normative dan empiric itulah akan menimbulkan prinsip hukum lainnya yaitu adanya prinsip asas legalitas (Due Process of Law). Hal ini juga sangat penting karena bagaimanapun juga, menyelesaikan perkara tanpa dukungan konstitusi tertulis akan menimbulkan perkara baru.

Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam pasal 117, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrasi atau alternative penyelesaian sengketa lainnya. Dalam ketentuan penyelesaian sengketa di luar pengadilan ada berbagai cara diantaranya, melalui arbitrasi dan ADR (Arbitrasi Dispute Resolution). Kedua cara tersebut bukan menampik prinsip hukum (Supremacy of Law and Due Process of Law). Akan tetapi, mempermudah para pihak menyelesaikan perkaranya. Karena apabila perkara tersebut di bawa melalui jalur peradilan, proses yang akan ditempuh sangat lama dan produk yang disengketakan dilarang untuk berproduksi selama proses perkara berlangsung. Oleh karena itu, penyelesaian perkara melalui kedua cara tersebut (Arbitrasi dan ADR) akan cepat diselesaikan yang berdampak pada minimnya kerugian yang seharusnya dikeluarkan oleh pihak penggugat (inventor).

Adapun jaminan hukum terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga non peradilan tersebut juga memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat. Dalam UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten pada pasal 124 penyelesaian sengketa HAKI dapat diselesaikan diluar pengadilan. Adapun lembaga non-peradilan yang menangani kasus tersebut merupakan lembaga yang ditunjuk oleh Ditjen Haki dengan menyediakan saksi ahli dan notaries sebagai saksi. Dengan ketentuan pasal 124 inilah proses perkara dapat diselesaikan diluar pengadilan dan memiliki kekuatan hukum yang kuat pula.




BAB IV

KESIMPULAN

Adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, utamanya di bidang ekonomi, mendorong semakin diperlukannya pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual, khususnya di bidang paten. Dengan adanya UU tentang Paten Nasional maka akan mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan penelitian yang menghasilkan penemuan dan pengembangan teknologi yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Sehingga bukan tidak mungkin, bila suatu saat kita akan memiliki lembaga-lembaga riset yang memiliki reputasi internasional, seperti yang dimiliki oleh Amerika Serikat, yaitu Bell Labs. (kini Luscent Technologies), IBM Thomas J. Watson Research Lab

Para inventor atau pemegang paten tidak perlu khawatir produknya digunakan oleh pihak yang tidak meminta lisensi. Karena UU No. 14 Tahun 2001 telah mengakomodir perlindungan bagi pemegang paten.

Apabila yang berhak atas paten tersebut dirugikan, maka dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 117 ayat 1 UU No. 14 Tahun 2001). Kemudian dalam Pasal 130 UU No. 14 Tahun 2001 disebutkan; Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan /atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta Rupiah).

Adapun jaminan hukum terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga non peradilan tersebut juga memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat. Dalam UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten pada pasal 124 penyelesaian sengketa HAKI dapat diselesaikan diluar pengadilan. Adapun lembaga non-peradilan yang menangani kasus tersebut merupakan lembaga yang ditunjuk oleh Ditjen Haki dengan menyediakan saksi ahli dan notaries sebagai saksi. Dengan ketentuan pasal 124 inilah proses perkara dapat diselesaikan diluar pengadilan dan memiliki kekuatan hukum yang kuat pula.

READ MORE - MAKALAH HAKI

Read more...

KEGAGALAN UAN ADALAH IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN YANG GEGABAH


Oleh

Mujahidin

Pemerintah pusat sebagai pemegang pucuk pimpinan tertinggi di negeri ini memang bukan diisi dan di kelola oleh orang yang sembarangan. Selain kredibilitas yang sudah pasti sangat teruji juga didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap serta mendukung jalannya proses/sistem pemerintahan yang mereka jalankan. Begitu pula dengan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan dalam hal ini presiden, bukan juga merupakan kebijakan yang bukan asal buat dan menetapkan saja. Namun sudah melalui uji kelayakan dan studi kasus yang sudah dikaji secara matang. Walaupun begitu, jika setiap kebijakan yang di keluarkan ditinjau dari satu atau beberapa bagian sisi saja, tentulah menjadikan suatu permasalahan yang semuanya akan bermuara menjadi konflik yang berkepanjangan. Dampaknya akan secara langsung dirasakan oleh semua pihak termasuk pembuat keputusan itu sendiri.

Masyarakat selaku subjek sekaligus objek dari keluarnya berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat akan merasakan dampak dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan tersebut. Beraneka ragam suku dengan latar belakang permasalahan yang beragam, mengharuskan pemerintah betul-betul memperhatikan berbagai kebijakan yang akan diterapkan nantinya.

Tidak dipungkiri lagi, dari setiap kebijakan yang ada sebelum ditetapkan menjadi sebuah keputusan merupakan input dari berbagai pihak yang masing-masing mempunyai kepentingan didalamnya. Seberapa besar kepentingan tersebut dan siapa yang mempunyai kepentingan bahkan di politisir untuk kepentingan tertentu, kiranya itu sudah menjadi rahasia umum dan kita sudah sama-sama mengetahuinya.

Contoh Kasus

Disini saya hanya meninjau satu kasus saja yaitu Sis Dik Nas (Sistem Pendidikan Nasional). Dalam penerapan sistem pendidikan nasional yang saat ini berjalan sangat disayangkan menghasilkan output yang sangat menyakitkan terutama bagi masyarakat. UAN Ujian Akhir Nasional, yang baru saja selesai dilaksanakan dari kacamata pribadi penulis adalah satu contoh kegagalan yang di sebabkan oleh keluarnya peraturan pemerintah tentang pelaksanaan UAN yang gegabah dilaksanakan secara coba-coba diseluruh daerah di Indonesia ini. Penulis bukannya tidak setuju dari diberlakukannya sistem baru ini. Tapi dari hasil yang didapatkan sudah terlihat bahwa sistem pendidikan nasional yang baru ini dapat dikatakan gagal.

Di provinsi Riau ini saja teridentifikasi ada 22 (dua puluh dua) sekolah yang nilai persentase kelulusan siswanya 0%. Ribuan siswa tidak dapat menamatkan pendidikannya dikarenakan sistem baru ini. Timbul suatu pertanyaan pada diri kita ?Siapa yang harus bertanggung jawab akan hal ini??. Apakah siswa tersebut dapat dikatakan gagal? ataukah sistem ini yang salah buat? atau apa lagi?

Pihak sekolah memang bisa beralasan bahwa sistem ini sudah merupakan suatu ketetapan dan telah menjadi sebuah program yang harus dijalankan. Namun pada kenyataan, jika terjadi kasus dalam hal ini semua siswanya tidak lulus atau gagal, lantas siapa yang harus disalahkan dan siapa yang harus bertanggung jawab!.

Pihak Pemerintah dan Instansi terkait lainnya, harus jeli melihat fenomena UAN ini. Banyak hal yang harus diperhatikan kelayakannya. Dimulai dari kwalitas atau mutu para pengajar/guru, sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar mengajar, sistem pendidikan nasional yang saat ini diterapkan serta hal-hal lain yang berhubungan langsung dengan proses tersebut.

Kwalitas Para Pengajar. Jika ditinjau dari kwalitas para pengajar/guru saat ini banyak sekali ditemui tenaga pengajar yang berprofesi sebagai guru tidak memiliki latar belakang ilmu yang sesuai dengan bidang yang diajarkan atau banyak guru yang tidak berkwalitas dalam mengajar, sehingga daya serap siswa terhadap materi yang disampaikan sangatlah kurang.

Hal ini jika ditelusuri lebih jauh kebelakang, salah satu penyebabnya adalah kurangnya lapangan kerja. Ratusan bahkan ribuan sarjana setiap tahunnya dilepas kemasyarakat, setelah beberapa tahun menjalani pendidikan. Kurang tersedianya lapangan kerja membuat mereka mengambil jalan pintas untuk menjadi tenaga pengajar atau guru. Dengan hanya menempuh beberapa bulan waktu perkuliahan para sarjana tersebut mengambil paket Akta yaitu suatu lisensi bagi mereka untuk dapat mengajar nantinya. Hal ini juga dilatar belakangi oleh pengharapan mereka bahwa saat ini ketersediaan guru sangat kurang, dan iming-iming dari pemerintah untuk mengatasi semua ini dengan akan diadakannya pengangkatan ribuan guru sebagai PNS ataupun honorer. Harapan dan iming-iming tersebut yang membuat mereka mengambil jalan pintas dengan tidak memperhatikan background dan tujuan mereka sebelumnya. Sudah dapat dipastikan jika sesuatu yang dilakukan bukan pada tempatnya akan menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna/?gagal?

Sesuatu yang dilaksanakan tanpa tujuan dan landasan yang kuat, ibaratkan sebuah gedung yang dibangun dengan pondasi yang tak seimbang dengan beban yang akan ditopangnya. Pihak pemerintah badan dan instansi tekait harus memperhatikan fenomena baru ini. Penerimaan guru yang sesuai dengan background pendidikan dan memiliki kwalitas yang baik harus menjadi prioritas utama dalam proses seleksi penerimaan calon guru.

Sarana dan Prasarana Yang Menunjang Proses Belajar Mengajar.

Kurang tersedianya fasilitas sekolah yang layak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegagalan sistem . Dibanyak tempat didaerah ini banyak ditemui kondisi fisik sekolah yang tidak layak pakai lagi. Kondisi bangunan yang rusak disertai dengan tidak tersedianya fasilitas laboratorium sekolah juga alat peraga yang sudah kadaluarsa perpustakaan sekolah yang tidak dikelola dengan baik dan maksimal dan lain sebagainya masih banyak ditemui. Bagaimana mungkin sebuah sekolah yang kondisinya seperti disebutkan diatas dapat menyetarakan diri dengan sekolah lain dimana fasilitas sekolahnya lebih lengkap dan terkoordinir dengan baik. Sistem Pendidikan Nasional Ada istilah Ganti Mentri Ganti Buku. Dalam keseharian kita rupanya istilah ini bukan hanya ungkapan saja, namun sudah menjadi tradisi yang sampai saat ini masih berlangsung. Penulis masih teringat sewaktu masih duduk dibangku sekolah dasar, Ini Budi, Ini Bapak Budi yang setiap harinya dibaca bahkan warna buku tesebut sampai saat ini masih menjadi ingatan. Buku-buku pelajaran tersebut diwariskan oleh saudara yang sudah tamat beberapa tahun sebelumnya. Bahkan ketika penulis menamatkan pendidikan di tingkat dasar penulis dapat mewariskan lagi buku-buku tersebut kepada saudara-saudara lain yang masih memakai buku-buku yang sama. Namun apa yang terjadi saat ini. Sistem pendidikan setiap saat berobah, begitu pula dengan materi pelajaran yang diterapkan secara otomatis juga mengalami perobahan.

Apakah pengagas ide dan pengambil keputusan tidak berfikir bahwa tingkat atau kemampuan perekonomian masyarakat saat ini sangat rendah. Krisis moneter dan berbagai gejolak dinegeri ini menyebabkan semakin bertambahnya masyarakat yang saat ini hidup dibawah garis kemiskinan. Jangankan untuk membeli buku pelajaran yang harganya sangat mahal, untuk membeli beras saja mereka banyak yang tak mampu.

Sistem komputerisasi yang diterapkan dalam pelaksanaan UAN pelaksanaannya harus ditinjau ulang lagi. Jika memang ingin menerapkan sistem tersebut, jangan setengah hati. Pelaksanan sistem komputerisasi dalam menjawab soal tersebut harus disosialisasikan secara jelas dan terperinci kepada siswa. Jika perlu sistem ini dimulai dari awal pendidikan dan bukan disaat UAN saja!.

Rendahnya Kadar Gizi

Jumlah masyarakat Riau yang masih miskin saat ini masih diatas angka rata-rata nasional. Menurut data Bappenas 16,16 % atau lebih kurang 36 juta jiwa masyarakat indonesia adalah tergolong masyarakat miskin, 1 juta lebih ada di provinsi Riau. Hal ini tentu secara langsung berhubungan dengan kadar gizi penduduk. Ketidak mampuan mengkonsumsi makanan bergizi di sebagian besar masyarakat Riau menyebabkan rendahnya kadar gizi penduduk/siswa (anak didik). Rendahnya kadar gizi siswa secara tidak langsung akan sangat mempengaruhi tingkat penyerapan materi yang disampaikan oleh para pengajar/guru. Otak yang tidak mendapatkan suplay nutrisi yang baik tidak akan dapat bekerja maksimal, dan apapun yang disampaikan tidak akan dapat diserap dan dicerna dengan baik.

SOLUSI

Ada beberapa hal yang kiranya dapat menjadi masukan atas kasus kegagalan UAN yang saat ini terjadi

1. Pihak pemerintah,badan atau instansi terkait yang mempunyai wewenang dalam hal perekrutan tenaga pengajar/guru harus menyeleksi dengan ketat tenaga pengajar/guru yang natinya akan diterjunkan kemasyarakat. Latar belakang pendidikan dan kwalitas tenaga pengajar/guru harus menjadi sarat mutlak. Agar nantinya jika diterjunkan kemasyarakat benar-benar dapat menjadi guru yang profesional dan berdedikasi tinggi.

2. Kelengkapan sarana dan prasarana sekolah yang sesuai harus menjadi target utama pembenahan sistem pendidikan disekolah. Penambahan jumlah sekolah yang bertaraf nasional ataupun internasional bukan hal utama yang menggesa untuk dilakukan. Tapi bagaimana caranya membenahi sekolah yang ada menjadi lebih baik terkoordinir dan dapat digunakan dengan semaksimal mungkin.

3. Sistem pendidikan nasional yang sepertinya tidak mempunyai dasar yang kuat harus segera dibenahi. Sosialisasi terhadap perubahan suatu sistem harus dilakukan jauh-jauh hari sebelum sistem tersebut diterapkan. Tingkat perekonomian masyarakat yang sangat rendah juga harus menjadi pedoman bagi semua penggagas ataupun pengambil keputusan dalam menerapkan suatu sistem .

4. Rendahnya kadar gizi masyarakat (anak didik) sangat mempengaruhi daya serap materi pelajaran yang disampaikan. Kiranya hal ini juga menjadi suatu perhatian agar program pemberian makanan tambahan yang dulu pernah dijalankan pemerintah ditingkat sekolah dasar, agar di laksanakan lagi bahkan jika perlu sampai ketingkat sekolah menengah atas. Serta penguatan spiritual.

Kebodohan dan Kemiskinan adalah pondasi awal yang harus dibenahi saat ini. Semua kendala yang terjadi dalam masyarakat ini berawal dari masalah pokok tersebut. Kiranya itulah yang sebagian renungan yang ingin disampaikan penulis. Agar dalam setiap penerapan suatu kebijakan perlu diperhatikan banyak aspek pendukung yang saling bersinergi, dan juga harus ditinjau dari segala sudut pandang permasalahan. Agara sistem yang akan diterapkan tersebut berjalan sukses dan tidak dilaksanakan secara gegabah.

Teori yang cocok :

Minimnya anggaran yaitu: mazhab sosialis yaitu kjahatan itu produk sampingan dari kekurangan ekonomi.

Aliran demonologis : mereka yang di cap penjahat adalah korban yang dipengaruhi oleh iblis.

Teori cohen: lower class reaction: struktur social yang berbeda, dalam bentuk kelas menyebabkan adanya perbedaan kesempatan untk mencapai tujuan tidak meratanya sarat dan prasarana, kelas bawah memiliki kesempatan yg lebih kecil dibandingkan dgn kelas atas.

READ MORE - KEGAGALAN UAN ADALAH IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN YANG GEGABAH

Read more...

Sidang

Sidang

serasi eung

serasi eung

Manglayang

Manglayang

Studi Banding to Jogya

Studi Banding to Jogya

Website saya nilai
Rp 50 Juta

ILMU HUKUM UIN BANDUNG © Layout By Hugo Meira.

TOPO